Total Tayangan Halaman

Kamis, 30 Maret 2017

Konsep Good Governance


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
                       Tata pemerintahan yang baik(Good Governance) merupakan harapan dari setiap warga negara dalam sebuah pemerintahan.Pemerintahan yang berkualitas akan mewujudkan suatu kehidupan negara yang teratur  dan  akan mewujudkan Good Goverance yang diharapkan.Setiap masyarakat memliki pola pemikiran yang berbeda mengenai sebuah pemeritahan yang disebut Good Governance.Kehidupan masyarakat yang makmur bisa menjadi tolak ukur apakah sistem  pemerintahan yang dijalankan oleh pemeintah sudah terlaksana dengan baik atau belum.
                         Sudah lima tahun terakhir ini,negara indonesia telah mulai mempraktikan adanya Good Governace.Informasi engenai praktik Good Governance di Indonesia sudah mulai banyak tersedia.Banyak masyarakat yang mulai memberikan rekomendasi kepada pemerintah ,baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan unsur-unsur non pemerintah untuk memperbaiki struktur dan praktik dalam pelaksanaan Good Governance.
                        Tetapi sejalan dengan pengembangan sistem Good Governance,belum ada upaya yang sistematis untuk mengebangkan program dan kebijakan-kebijakan mengenai struktur dan praktik dalam melaksanakan Good Governance. Banyak kendala yang dihadapi pemeritah dalam melaksanakan Good Governance yang berkelanjutan.Diperlukan adanya strategi nasional yang menyeluruh dan sistematis untuk mewujudkan Good Governance.
B. Rumusan Masalah
1.      Apa itu Good Governance ?
2.      Apa karakteristik  dari Good Governance ?
3.      Apa saja prinsip Good Governance ?
4.      Bagaimana langkah-langkah untuk mewujudkan Good Governance ?
5.      Apa kendala yang dihadapi untuk mewujudkan Good Governance ?
6.      Bagaimana pelaksanaan tata pemerintahan di Indonesia ?






BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Good Governance
            Tata pemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi publik. Konsep ini lahir dan sejalan seiring dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasa warsa lalu, konsep Good Governance lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sektor publik. Dalam disiplin atau profesi manajemen publik, konsep ini dipandang sebagai suatu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi publik yang menekan pada peranan manajer publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial terutama mengurangi campur tangan kontrol yang dilakukan pemerintah pusat, transparasi, akuntabilitas publik, dan diciptakan pengelolaan manajerial yang bebas dari korupsi.[1]
            Salah satu rumusan tentang Good Governance adalh UNDP. Unit Nations Development Programme (UNDP) merumuskan istilah governance sebagai suatu excercise dan kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi untuk menata, mengatur, dan mengelola masalah-masalah sosialnya. Istilah governance menunjukkan suatu proses dimana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian, sudah jelas sekali bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahannya, dimana pemerintah melakukan interaksi dengan organisasi- organisasi komersial dan civil society.[2]
            Tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta, adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh tiga komponen yakni pemerintah, rakyat, dan usahawan yang berada di sektor swasta.[3]
            Upaya untuk menyeimbangkan ketiga komponen tersebut merupakan peran yang harus dimainkan oleh ilmu administrasi publik. Ilmu administrasi ikut berperan dalam mengkaji, dan mewujudkan program aksi dari tata kepemerintahan yang demokratis dan berjalan secara baik. Ilmu administrasi publik berperan untuk menjaga agar ketiga komponen itu tidak lemah posisinya satu sama lain dan tidak saling mendominasi. Fungsi menseimbangkan ini tidak mudah, karena seringkali tergoda oleh penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan biasanya bekerja dalam wilayah politik, sedangkan administrasi publik berada dalam wilayah birokrasi publik.[4]
            Ketiga kompenen dari UNDP memiliki peran yang sam pentingnya dalam menciptakan tatana kepemerintahan yang baik. Ketiga komponen tersebut perlu ditambah dengan komponen moral sebagai pembalut dari ketiganya. Moral sebagai operasionalisasi dari keyakinan agama yang dipeluk oleh masing-masing orang yang berada di masing-masing komponen harus menjadi pertimbangan bagi setiap transaki diantara ketiganya. Dengan menyertakan komponen keempat ini diharapkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menjadi penghalang dari tata kepemerintahan yang baik dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
            Timbulnya korupsi merupakan salah satu penyakit yang menghalangi terciptanya tatanan kepemerintahan yang baik, karena pada hakekatnya keseimbangan peran dari ketiga komponen tersebut berat sebelah. Peran pemerintah yang sentral memberikan konstribusi yang besar tehadap komponen sektor swasta tanpa diimbangi dengan peran rakyat untuk bisa mengontrolnya. Komponen rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negara ini memberikan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah. [5]
            Terciptanya keseimbangan dari ketiga komponen tersebut sangat tergantung pada upaya untuk selalu berpegang pada ditegakkannya hukum secara konsekuen. Landasan hukum perlu dipegang secara teguh dan adil.
             Peran ilmu administrasi publik amat menentukan dalam menciptakan keseimbangan keempat komponen tersebut. Dengan demikian, ilmu administrasi publik tidak hanya terpaku pada lukisan statis yang hanya mampu mengajukan preskripsi teoritis saja, tetapi juga mampu mengembangkan program aksi yang dinmis dan bermanfaat bagi masyarakat.[6








  1. Karakteristik Good Governance
Karakteristik dari pemerintahan Good Governance,yaitu :
1.      Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visionary)
Semua kegiatan pemerintah di berbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas disertai strategi implementasi yang tepat sasaran.  
2.       Tata pemerintahan yang bersifat terbuka (openness and transparency)
            Wujud nyata prinsip tersebut antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk mengetahui serta memperoleh data dan informasi  tentang kebijakan, program, dan kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah.
3.      Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat (participation)
Masyarakat yang berkepentingan ikut serta dalam proses perumusan dan/atau pengambilan keputusan atas kebijakan publik yang diperuntukkan bagi masyarakat.  
4.      Tata pemerintahan yang bertanggung jawab/ bertanggung gugat (accountability)
Instansi pemerintah dan para aparaturnya harus dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Demikian halnya dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukannya.  
5.       Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum (rule of law)
Wujud nyata prinsip ini mencakup upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, serta pengembangan budaya hukum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan aturan dan prosedur yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk pada manipulasi politik
6.      Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus (democracy)
Perumusan kebijakan pembangunan baik di pusat maupun daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Keputusan-keputusan yang diambil antara lembaga eksekutif dan legislatif harus didasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil benar-benar merupakan keputusan bersama. 
7.      Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi (profesionalism and competency)
Wujud nyata dari prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat dilihat dari upaya penilaian kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia.
8.      Tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsiveness)
Aparat pemerintahan harus cepat tanggap terhadap perubahan situasi/kondisi mengakomodasi aspirasi masyarakat, serta mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat.
9.      Tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif (efficiency and effectiveness
Pemerintah baik pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi  yang lebih tepat, serta selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien dan efektif. 
10.  Tata pemerintahan yang terdesentralisasi ()decentralizations
Pendelegasian tugas dan kewenangan pusat kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan, serta memberikan keleluasaan yang cukup untuk mengelola pelayanan publik dan menyukseskan pembangunan di pusat maupun di daerah. 
11.   Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (private sector and civil society)
Pembangunan masyarakat madani melalui peningkatan peran serta masyarakat dan sektor swasta harus diberdayakan melalui pembentukan kerjasama atau kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
12.  Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality)
Hal ini juga mencakup upaya menciptakan kesetaraan dalam hukum (equity of the law) serta mereduksi berbagai perlakuan diskriminatif yang menciptakan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. 
13.  Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup(commitment to environmental protection)
Daya dukung lingkungan semakin menurun akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan secara konsekuen, penegakan hukum lingkungan secara konsisten, pengaktifan lembaga-lembaga pengendali dampak lingkungan, serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari merupakan contoh perwujudan komitmen pada lingkungan hidup.
14.   Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar (commitment to fair market)
Pengalaman telah membuktikan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali berlebihan sehingga akhirnya membebani anggaran belanja dan bahkan merusak pasar. Upaya pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat dengan pasar baik di dalam daerah maupun antardaerah merupakan contoh wujud nyata komitmen pada pasar.[7]









C.     Prinsip-prinsip dari Good Governance
1.      Partisipasi (Participapation)
Secara substansi partisipasi mencakup tiga hal. Pertama, Voice (suara) setiap warga Negara mempunyai hak dan ruang untuk menyampaikan suaranya dalam proses pembangunan. Dan sebaliknya pemerintah menakomodasi setiap suara itu. Kedua, akses, yakni semua mempunyai kesempatan untuk mengakses jalannya pembangunan serta mendapatkan semua akses politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial budaya. Ketiga kontro, setiap elemen masyarakat dapat hak dalam mengontrol dan pengawasan semua kebijakan, lingkungan kehidupan dan pelaksanan pembangunan.
2.       Penegakan Hukum ( Rule Of Law)
Untuk mengwujudkan good governance harus diimbangi dengan komitmen untuk penegakkan hukum (rule of law), dengan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
1.      Supermasi hukum ( the supremacy of law)
2.      Kepastian hukum (legalcertainty)
3.      Hukum yang responsive
4.      Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif
e. Independensi peradilan
3.       Transparansi (Transparency)
Salah satu ukuran penyelenggaraan Negara yang baik adalah adanya transparansi dalam setiap kebijakan baik yang dilaksanakan maupun tidak, hal ini salah satu bentuk keikut sertaan masyarakat publik dalam melihat dan berapresiasi didalam setiap aktifitas kenegaraan sebagai implementasi dari sistem pemerintahan demokrasi..
3.         Responsif (Responsiveness)
Pemerintah yang peka dan cepat tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat adalah sebuah impian dari good governance. Pranan pemerintah harus memahami kebutuhan objetif masyarakatnya, jangan menunggu mereka
4.      Orentasi Kesepakatan (Consensus Orientation)
Consensus adalah sebuah bentuk yang mempunyai asas keadilan dalam mengambil keputus secara bermusyawarah dan memaksimal mungkin berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam mengambil keputusan tersebut dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak juga dapat menarik komitmen komponen masyarakat sehingga memiliki legitimasi untuk melahirkan coercive power (kekuatan memaksa) dalam mengwujudkan efektifitas pelaksanaan keputusan.
5.      Keadilan (Eguity)
Korelasi dari asas kosensus, transparansi, dan responsif good governance juga didukung oleh asas kesetaraan dan keadilan (eguaty) yakni kesamaan dalam perlakuan (treatment) dan pelayanan. Kata keadilan mungkin sebuah utopis belaka yang mengidentik dengan sebuah idiologis keagamaan rasa ketuhanan, tapi hal ini mempunyai sebuah identitas kehidupan yang melambang keadilan.
6.      Efektivitas dan Efesiensi (Effectivinees And Efficiency)
Konsep efektifitas dalam sektor publik mempunyai makna ganda, yakni efektifitas dalam pelaksanaan proses-proses pekerjaan, baik penjabat pemerintahan maupun partisipasi masyarakat publik. Dan kedua efektifitas dalam kontek hasil, yaitu mampu memberikan kesejahteraan pada setiap lapisan sosial.
7.      Akuntabilitas (Accountability)
Asas akuntabilitas menjadi perhatian dan sorotan pada era reformasi ini, kelemahan dalam pemerintahan Indonesia justru dalam kualitas akuntabilitasnya itu. Asas ini berarti penanggung jawaban penjabat publik terhadap masyarakat yang telah mengdelegasikan dan kewenangan untuk mengurus kepentingan untuk mereka, baik itu semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikap terhadap masyarakat.
8.      Visi Strategis (Strategic Vision)
Visi Strategis (Strategic Vision) adalah pandangan – pandangan untuk yang akan datang, kerena pertumbuhan dan perubahan dalam segala hal akan terus dengan cepat. Pemerintah dalam mengambil sebuah kebijakan harus ada apresiasi dari segala sundut pandang kedepan.[8]









D.    Langkah – Langkah  Untuk Mencapai Good Governance
Sebagai sebuah konsep dan gerakan, good governance memiliki dimensi yang yang banyak dan area yang sangat luas. Sebagai sebuah konsep yang baru,governance juga sering dipahami secara berbeda serta memilki ciri dan indikator yang banyak dan bervariasi tergantung cara pandang yang dipergunakan. Kondisi seperti inilah yang sedikit banyak akan mempersulit tercapainya good governance. Meskipun banyak kebingungan mengenai konsep governance serta banyaknya pro dan kontra mengenai berbagai aspek governance, upaya yang konkrit  untuk membangun good governance harus segera dilaksanakan.
Pembaharuan praktik governance dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kapasitas pemerintah,masyarakat sipil dan mekanisme pasar. Langkah – langkah strategis untuk mengembangkan good governance antara lain :
1.      Perbaikan dan pengembangan pelayanan publik.
Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi titk strategis untuk memulai pengembangan good governance di Indonesia.
Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana Negara yang diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan lembaga – lembaga  non-pemerintah. Keberhasilan dalam mewujudkan praktik good governance dalam ranah pelayanan publik mampu membangkitkan dukungan dan kepercayaan dari masyarakat luas bahwa membangun good governance bukan hanya sebuah mitos tetapi dapat menjadi suatu kenyataan.[9]
Kedua, berbagai aspek good governance dapat diaartikulasikan secara relative mudah dalam ranah pelayanan publik. Aspek kelembagaan yang selama ini sering dijadikan rujukan dalam menilai praktik governance dapat dengan mudah dinilai dalam praktik penyelenggaraan pelayanan publik.[10]
Keberhasilan sebuah rezim dan penguasa dalam membangun legimitasi kekuasaan sering dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang baik dan memuaskan warga. Oleh karena itu, pengembangan pelayanan publik sangatlah berpengaruh dalam tercapainya good governance.
2.      Pembenahan birokrasi pemerintahan
Seperti yang telah kita ketahui, birokrasi pemerintah merupakan unsure governance yang paling tua karena sudah terlibat dalam praktik governance sejak lahirnya Negara Kesatuan  Republik Indonesia. Bahkan usia birokrasi pemerintah lebih tua dari wacana good governance. Sebagai sebuah lembaga tua dengan tradisi dan nilai yang sangat kuat tertanam dalam dirinya,birokrasi pemerintah sejauh ini masih memainkan peran yang sangat dominan dalam penyelenggaraan governance. Hal ini dapat dipahami karena pada saat merdeka pemerintah nasional tidak memilki banyak lembaga kecuali tentara perjuangan dan birokrasi sipil. Kondisi masyarakat sipil dan dunua usaha pada waktu itu masih sangat lemah.
Untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat maka peran birokrasi dperbesar agar banyak perubahan dapat dilakukan. Akibatnya, birokrasi pemerintah menjadi lembaga yang paling dominan dalam berbagai aspekn kehidupan masyarakat. Kegiatan pemerintah dan penyelenggaraan layanan public didominasi oleh birokrasi pemerintah. Dengan posisi yang demikian,maka birokrasi pemerintah memilki peran yang sangat strategis dalam reformasi praktik governance.3
Dengan melakukan reformasi birokrasi,seperti merampingkan birokrasi pemerintah baik secara vertical maupun horizontal serta mengubah perilaku birokrasi sehingga menjadi efisien,responsive,dan akuntabel,maka birokrasi pemerintah dapat menyediakan lahan yang sangat suburbagi para penguatan masyarakat sipil. Menjalankan program dan agenda reformasi birokrasi bukan hanya dapat memperbaiki kinerja birokrasi pemerintah saja tetapi akan memiliki dampak yang luas, termasuk membaiknya kinerja pasar dan semakin menguatnya masyarakat sipil. Alokasi sumber daya untuk menjalankan agenda dan program-program reformsi birokrasi akan menghasilkan manfaat yang sangat besar dan merupakan investasi yang sangat berharga dalam mempercepat terwujudnya praktik good governance.4
Pembenahan birokrasi lain yang perlu dilakukan antara lain : penguata fungsi da peran lembaga perwakilan, kemandirian lembagaa peradilan, aparatur pmerintahan yang profesional dan penuh integritas.
3.      Masyarakat madani yang kuat dan partisipatif
Perwujudan cita good governance mensyaratkan partisipasi masyarakat yang kuat.proses pembangunan dan pengelolaan negara tanpa melibatkan masyarakat madani akan sangat lamban,karena potensi terbesar dari sumber daya manusia justru ada di kalangan masyarakat ini.5
4.      Penguatan upaya otonomi daerah
Otonomi daerah yang dahulu dalam pelaksanaannya masih kurang harus dtingkatkan yaitu dengan memberikan kewenangan pada daerah untuk melakukan pengelolaan sektor-sektor tertentu.








E.     Hambatan – Hambatan dalam Pelaksanaan Good Governance
Dewasa ini dinegara kita rakyat selalu berobsesi agar dapat terselenggaranya pemerintahan yang good governance yaitu penyelanggaraan pemerintahan yang effektive, efficient, transparan, akuntabel dan bertanggung jawab.Namun pada kenyataannya pelaksanaan good governance belum sepenuhnya terlaksana,hal ini disebabkan karena adanya beberapa hambatan yaitu:
1.      Praktek governance memiliki dimensi yang luas sehingga terdapat banyak aspek yang harus diintervensi apabila kita ingin memperbaiki praktik good governance.
2.      Belum banyak tersedia informasi mengenai aspek strategis yang perlu memperoleh prioritas untuk dijadikan sebagai masukan dalam memperbaiki kinerja governance.
3.      Kondisi antar daerah di Indonesia yang sangat beragam membuat setiap daerah memilki kompleksitas masalah governance yang berbeda.
4.      Komitmen dan kepedulian mengenai reformsi govenance berbeda – beda dan pada umumnya masih rendah.1

.
F.      Pelaksanaan  Tata Pemerintahan di Indonesia
Pelaksanaan tata pemerintahan (governance) meliputi keadaan relasi antara pemerintah dan rakyat, kultur dan kualitas pelayanan publik, praktik KKN, kuantitas dan kualitas konflik yang terjadi antar level pemerintahan di Indonesia, dan secara lebih khusus meliputi kondisi-kondisi tersebut terjadi di tngkat provinsi.1
Di negara Indonesia dapat di identifikasi beberapa bentuk pemerintahan yang buruk, seperti relasi  antara pemerintah dan rakyat yang masih kuat berpola sebagai negara, budaya pemerintahan sebagai tuan dan bukan pelayan yang mensejahterakan rakyatnya, kecenderungan KKN yang semakin hari praktiknya semakin merajalela di kalangan pemerintahan, dan konflik kepentingan antar pemerintah.
Pertama, pola pemerintahan sebagai negara.peerintahan telah memberi makna tentang negara yang serba mengatur, dan sebagai agen tunggal pembangunan. Negara mencampuri semua urusan sehingga warga menjadi subjek yang pasif. Terciptalah kondisi negara kuat dan rakyat lemah dimana kekuasaan tersentralisasi di kalangan para pejabat negara yang atas nama pembangunan dapat berbuat semaunya. Hal ini mengakibatkan tidak meratanya sumberdaya publik dalam negara tersebut.
Kedua, saat ini Indonesia ewarisi suatu budaya pemerintahan yang berpandangn pada kekuasaan, bukan pelayanan. Pemerintah beranggapan bahwa dirinya sebagai atasan dan massyarakat yang di anggap sebagai bawahan, sehingga atasan cenderung menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Masyarakat tidak bisa berbuat banyak ketika mendapatkan pelayanan yang tidak memuaskan dan sebaliknya masyarakat cenderung bersikap berlebihan menuruti kemauan pemerintahnya.2
Ketiga, koupsi yang dulunya terbatas dan tertutup kini semakin mluas pada semua level pemerintahan dan bersifat terbuka. Kondisi ini diperparah dengan masih rendahnya upaya penegakan hukum di kalangan pemerintahan. Kekuasaan memang dekat dengan korupsi, dan kekuasaan yang tidak terkontrol memberikan peluang bagi terjadinya korupsi yang tidak terkontrol pula.3
Keempat, otonomi daerah yang dibentuk dipahami sebagai kebebasan daerah, termasuk bebas untuk tidak tunduk pada ketentuan-ketentuan nasional. Fenomena raja-raja kecil menggejal kuat dalam jabatan bupati/walikota sehingga relasi antar tingkat pemerintahan mengalami banyak ketegangan karena yang satu merasa lebih besar, sementara yang lain merasa lebih benar atau lebih berhak dari pada yang lainnya.
Dari uraian di atas terlihat bahwa perwujudan good governance di indonesia masih sangat lemah. Upaya ke arah sana tentu masih membutuhkan perjuangan yang panjang.4




BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian di atas terlihat bahwa perwujudan good governance sudah mulai diterapkan sejak beberapa tahun yang lalu.Good Governance merupakan harapan dari setiap warga negara dalam sebuah pemerintahan.Pelaksanaan Good Governance di indonesia masih sangat lemah. Upaya ke arah sana tentu masih membutuhkan perjuangan yang panjang.Masih banyak praktek KKN dinegara kita.Maka dari itu,untuk mewujudkan Good Governance  adanya kerja keras dan kerja sama dari warga negara dan aparatur pemerintah sehingga tercipta pemerintahan yang baik dan bersih dan sesuai yang dengan yang diharapkan.










DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE Uin Syarif Hidayatullah.
Dwiyanto, Agus. 2006. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta : UGM Press.
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar